Friday, July 12, 2019

Bersama polisi yang menangkap "P" (ist)
Jambangan Hijau - Honey, kata yang bermakna madu (dalam bahasa Inggris). Masih dalam bahasa yang sama, kata "honey" bisa digunakan untuk menyebut (milik) kesayangan kita. Berlaku untuk orang dekat, bisa kekasih, suami/istri bahkan anak kita tersayang. HANI, saat kita lafalkan sepintas mirip dengan (honey) namun beda makna. H.A.N.I, merupakan akronim dari Hari Anti Narkotika Internasional. Yang tahun ini, peringatannya secara nasional dipusatkan pada tanggal 26 Juni 2019 di Propinsi Lombok Barat.

Saya sempat terkejut saat membaca pesan di WhatsApp. Yang kemarin malam terbaca di sela-sela kunjungan Bhaksos, pegiat KIM Kota Surabaya ke Rumah Ilmu kawasan jalan Semarang. Bunyinya : Cak segera merapat, ada hal mendesak yang harus ditangani. Esok harinya,  Jum'at (12 /7/19), waktu masih menunjukkan pukul 07.20. Saya bersiap untuk menuju salah satu kantor kepolisian di wilayah Surabaya Pusat. Mendampingi Siti A., salah satu Pekerja Sosial Masyarakat Kota Surabaya. Wanita pendamping sosial yang juga ibu empat anak inilah yang semalam mengirimkan pesan singkat via WA. Agendanya adalah, mendampingi seorang pelajar yang tersandung masalah kepemilikan narkoba jenis sabu-sabu. Jumlah barang buktinya memang tidak  lebih dari 10 gram beratnya. Namun tetap saja "barang haram" ini, bukan sesuatu yang layak untuk dimiliki seorang pelajar. Apalagi pelajar yang berdomisili di kota Surabaya.

Ironis, saat peringatan hari anti narkotika internasional belum genap satu bulan. Sudah terjadi penangkapan pelajar Surabaya dengan kepemilikan narkoba di "depan hidung kita".  Saya tidak akan berfokus pada apa dan bagaimana kejadiannya bisa terjadi. Namun bagaimana jika peristiwa seperti yang saya ceritakan terjadi di lingkungan kita. Mari kita simak borsama, sebut saja P klien yang kami dampingi adalah  seorang pelajar. Masih menurut keterangan petugas kepolisian yang menangkapnya. Bocah ini tertangkap tangan, ikut dan turut serta dalam kepemilikan sabu-sabu. Karena masih muda dan belum lulus SLTA. Kemudian belum pernah ada catatan kasus serupa sebelumnya. Maka untuk sementara waktu diperlakukan sebagai tahanan kota (dititipkan) kepada salah satu pondok sosial, yang masuk wilayah Surabaya Barat. Dari observasi yang kami salami, orangtua klien kami ini terbukti masuk kategori warga kurang mampu. Sehingga dalam proses persidangan yang segera akan berlangsung, klien kami perlu didampingi penasehat hukum (dimana biayanya ditanggung oleh Negara).

Setelah menemukan titik terang awal, kami segera bergerak cepat. Dari Kantor Polisi kami mulai mencari info ke Puspaga (pusat layanan keluarga) milik DP5A. Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Yang terletak di Jl. Tunjungan No. 1-3, Gedung Ex. Siola, Lantai 2, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Propinsi Jawa Timur. Sudah ada solusi? Belum! Karena layanan untuk PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial), pengan kategori anak yang berhadapan dengan hukum. Harusnya ditangani oleh PPTP2A (pusat pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak). Demikian menurut keterangan petugas yang memberikan informasi kepada kami di Puspaga - Siola. Kami ada tempat lain yang harus dikunjungi, jadilah motor matik kami larikan kencang ke jalan Kedungsari 18. Alhamdulilah dari tempat ketiga yang kami datangi, kami dapatkan perkembangan positif dari gita pendampingan kami hari ini. Yaitu berhasil kami dapatkan apa yang kami cari, yaitu nomor pengacara yang dibutuhkan oleh "P". Tugas masih baru mencapai 25%, masih ada langkah-langkah lanjutan berikutnya.

Saat sholat Jum'at telah tiba, kami harus pulang. Diakhir perjalanan rekan kerja saya, Pekerja Sosial keibuan yang juga pengurus Tim Penggerak PKK di wilayah tempat tinggalnya.  Berpesan kepada saya, "Can Boni, ternyata banyak sekali hikmah dari giat pendampingan kita hari ini. Salah satunya adalah "tingkat kasih sayang dibarengi pengawasan yang baik oleh orang tua kepada anaknya. Berbanding lurus dengan kebahagiaan anak. Kalau anak kita bahagia didalam keluarganya, lingkungan pergaulannya baik. Tentu tidak akan timbul kejadian seperti cerita yang minimpa "P" diatas. Ini menjadi pesan bagi saya pribadi yang memiliki seorang anak masih menempuh jenjang pendidikan dasar. Tak lupa pula, kami sampaikan titipan dari Pemkot Surabaya tentang nomor Hotline PPTP2A yang bisa diakses 24 jam kalau ada permasalahan yang terkait dengan kekerasan terhadap wanita/anak dan membutuhkan perlindungan atau penanganan khusus. Anda dapat menghubungi no. (08113345303/082232636670). Sayangnya meskipun sangat membantu masyarakat. Untuk mengakses nomor ini, Warga Surabaya masih harus mengeluarkan biaya tambahan. Apapun itu semoga niat baik kita bisa menyelamatkan warga Kota Surabaya di masa depan. (BnPY)

0 comments:

Post a Comment